Open hour: senin - sabtu 09:00:00 - 20:00:00; minggu & tanggal merah tutup

Mukositis karena Radiasi

author: | publisher: drg. Andreas Tjandra, Sp. Perio, FISID

Pasien yang menjalani radioterapi atau kemoterapi cenderung mengalami mukositis oral sebagai efek samping dari radiasi. Tingkat keparahannya bergantung pada tipe radiasi ionisasi, volume jaringan yang terpapar radiasi, dosis per hati, dan dosis kumulatif. Tingkat keparahan respon jaringan normal akut sangat meningkat apabila waktu perawatan dipersingkat sebagai dampak dari peningkatan intensitas penyinaran.

Kejadian mukositis oral sangat tinggi pada pasien sebagai berikut:

  1. pasien penderita tumor primer di rongga oral, orofaring, atau nasofaring
  2. pasien yang juga menerima kemoterapi secara bersamaan
  3. pasien yang menerima dosis total lebih dari 5.000 cGy
  4. pasien yang dirawat dengan jadwal radiasi fraksinasi yang berubah
Mukositis oral pada pasien yang menjalani radioterapi.
Mukositis oral pada pasien yang menjalani radioterapi

Mukositis oral yang dipicu oleh radiasi memengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya. Tata laksana mukositis oral pada masa kini kebanyakan perawatan paliatif dan suportif. Pedoman-pedoman yang lebih baru menyarankan Palifermin dan Amifostine sebagai pelindung radiasi. Tata laksana pada masa kini hendaknya lebih berfokus pada tindakan-tindakan paliatif, seperti tata laksana rasa nyeri, dukungan nutrisi, dan pemeliharaan kebersihan mulut yang baik.

Tampilan klinis

Secara klinis, mukositis menunjukkan banyak gejala yang kompleks. Penyakit ini diawali dengan warna kulit memerah dan eritema, lalu berubah jadi bercak deskuamatif putih yang agak menyakitkan bila ditekan. Selanjutnya, lesi membran membran yang menyakitkan berkembang sehubungan dengan disfagia dan penurunan asupan oral. Bagian yang paling sering terkena serangan ini adalah mukosa non-keratin. Daerah yang paling umum terkenal meliputi mukosa di dasar mulut, permukaan ventral lidah, mukosa di langit-langit mulut, mukosa bukal, dan mukosa labial.

Lapisan sel basal epitel mukosa biasanya memiliki aktivitas mitosis yang agak tinggi. Hal ini memengaruhi sensitivitas lapisan terhadap radiasi yang melakukan perjalanan ke lesi neoplastik. Selama minggu kedua pengobatan fraksinasi, mukosa yang terkena awalnya akan menjadi atropik dan mengalami eritematosis. Fase ini cepat berkembang ke fase lapisan sel nekrotik. Daerah-daerah yang terkena dampak dari mukosa tampak kuning pucat dan ketika dihilangkan secara klinis akan menyingkapkan daerah yang eritematosa erosif menyakitkan (Gambar 11-30). Pada minggu-minggu berikutnya banyak pasien akan mengalami infeksi bakteri dan jamur (kandidiasis) dalam jaringan nekrotik, prakara yang lebih membuat tidak nyaman. Menjelang purna minggu keenam pengobatan, khususnya ketika bidang besar untuk pengobatan yang digunakan, mukositis membesar mengenai sebagian besar rongga mulut, nasofaring, dan kerongkongan. Mukositis berlanjut pada tingkat intensitas yang sama selama 2 minggu tambahan setelah pengobatan terakhir, dan regenerasi lengkap dari epitel normal terjadi pada purna satu bulan penambahan tersebut.

Selama semua tahapan makan menjadi semakin lebih menyakitkan dan sulit karena pasien mengalami perubahan atau kehilangan rasa, serta air liur menjadi menebal dan stagnan. Gejala ditangani dengan menggunakan pembilas mulut yang biasa bersama dengan larutan garam dan baking soda hangat. Anestesi topikal juga sering diterapkan untuk memungkinkan asupan makanan. Cara lain adalah pasien dibatasi untuk diet cair.

 


id post:
New thoughts
Me:
search
glossary
en in