Open hour: senin - sabtu 09:00:00 - 20:00:00; minggu & tanggal merah tutup

Sakit gigi dan kesehatan jiwa

author: | publisher: drg. Andreas Tjandra, Sp. Perio, FISID

Percayakah Anda, kesarasan jiwa berkaitan dengan sakit gigi? Sepintas lalu, prakara ini kesannya berlebihan. Tapi, coba pikirkan: kala gigi sedang di puncak rasa sakit, bagaimana kondisi jiwa Anda? Bawaannya ingin marah. Begitu pula sebaliknya. Saat kondisi jiwa sedang kurang saras, misalnya depresi, ada orang yang jadi malas mandi dan sikat gigi. Dampaknya, gigi bisa jadi sakit. Ini menunjukkan kondisi kesarasan jiwa manusia memang berkaitan dengan kondisi giginya.

Gangguan kesarasan jiwa terkait gigi.

  1. Fobia gigi (dental phobia)
  2. Psikosis
  3. Gangguan kebersihan gigi

1. Dental phobia (fobia gigi)

Fobia gigi atau dental phobia telah diklasifikasi dalam DSM-IV (American Psychiatric Association IV) pada tahun 1994 sebagai fobia spesifik yang melibatkan ketakutan jelas dan persisten terhadap suatu obyek, aktivitas, atau situasi spesifik yang menghasilkan kecemasan kala berkonfrontasi dengan stimulus fobia. Fobia gigi juga diklasifikasikan sebagai fobia spesifik pada ICD 10 (WHO) pada tahun 1992.

Fobia gigi biasanya berasal dari pengalaman diri sendiri atau pengalaman orang lain. Pengalaman yang dialami oleh diri sendiri meliputi:

  1. pengalaman negatif menjalani prosedur gigi yang menyakitkan dan traumatik 
  2. interaksi personal negatif dengan dokter gigi atau perawat gigi pada masa kanak-kanak atau remaja.

Mengetahui pengalaman negatif orang dekat (orangtua, sahabat, dan saudara) juga bisa menyebabkan fobia dental. Fobia dental bisa disertai oleh kecemasan umum, gangguan panik, atau agorafobia (fobia ruang tertutup).

2. Psikosis

Gangguan jiwa psikosis menyebabkan penderitanya kurang termotivasi untuk sikat gigi. Penurunan aktivitas menyikat gigi sampai sepertiga dari kondisi normal. Penurunan aktivitas menyikat gigi menyebabkan kondisi kebersihan mulut jadi menurun sehingga gigi jadi lebih mudah terserang penyakit. 

Masalah gigi pada penderita jiwa berkaitan erat dengan gejala skizofrenia. Rasa pada gigi bisa masuk ke dalam delusi dan halusinasi. Misal, delusi sakit gigi, delusi giginya berulat atau ada serangganya, delusi tambalan giginya berisi piranti penyadap, delusi giginya miring setelah dirawat, dsb. Merawat penderita sakit jiwa ada baiknya disertai oleh dokter jiwa pasien. 

3. Gangguan kebersihan gigi

Menyikat gigi secara teratur dengan pasta gigi yang mengandung fluorida, menghindari makanan atau minuman kariogenik, dan menghindari NAPZA dan rokok adalah prakara yang penting untuk menjaga kebersihan dan kesarasan gigi dan mulut. Penderita gangguan jiwa punya kecenderungan untuk tidak melakukan prakara penting ini dan malah melakukan prakara yang sebaliknya. Misalnya, semakin banyak merokok dan mengkonsumsi NAPZA. Dampaknya, kebersihan gigi dan mulut tidak terjaga dan timbul gangguan dalam mulut pasien.

***

Perawatan implan gigi mutlak memerlukan kebersihan gigi dan mulut secara teliti. Pasien yang terganggu jiwanya sulit untuk melakukan prakara ini, terkecuali dibantu oleh perawat atau pelaku rawat untuk membersihkan mulut dan giginya. Pasien implant yang mengalami gangguan jiwa perlu mendapat bantuan dari mereka agar implan gigi dapat bertahan lama.

Referensi

Bharti Tomar, Navneet Kaur Bhatia, Pankaj Kumar, M.S. Bhatia, Rupal J. Shah. The Psychiatric and Dental Interrelationship (Salingketerkaitan antara gigi dan psikiatri). Delhi Psychiatry Journal Vol. 14 No.1 April 2011

 

 

 


id post:
New thoughts
Me:
search
glossary
en in