Patah rahang
author: | publisher: drg. Andreas Tjandra, Sp. Perio, FISID
Patah rahang adalah patah yang melibatkan dasar rahang bawah (mandibula) dan rahang atas (maksila) yang sering melibatkan proses alveolar. Patah rahang bisa melibatkan soket alveolar, tapi bisa juga tidak.
Penyebab
- Kecelakaan kendaraan bermotor
- Serangan pada bagian wajah
- Olahraga (tinju, beladiri, dsj)
- Jatuh
- Penyusutan tulang melalui infeksi
- Kanker
Patah rahang biasanya terjadi pada orang dewasa muda yang berusia di antara 20 sampai 30 tahun. Umumnya, patah rahang terjadi pada bagian badan rahang, kondil (bongkol tulang), dan sudut rahang.
Gejala
- Rahang terasa sakit.
- Gigi atas dan gigi bawah terasa tidak klop (maloklusi), berbeda dari biasanya.
- Sulit hingga tidak bisa membuka mulut sehingga sulit makan dan bicara jadi kurang jelas.
- Tak berapa lama setelah patah, tampak ada bengkak di bagian rahang.
- Dagu atau bibir jadi mati rasa (kebas) bila patah pada tulang rahang juga menyebabkan saraf putus.
- Bisa disertai pendarahan.
- Baris gigi bisa berubah jadi berbeda dari biasanya.
- Ada lebam di bagian bawah lidah atau di saluran telinga. Lebam ini dikarnakan gerakan mundur tulang rahang yang patah.
- Tidak bisa menutup mulut sehingga jadi ngences.
Diagnosis
Tanda visual | Biasanya ada pergeseran antara dua segmen alveolar dalam lengkung gigi. |
Tes perkusi | Lunak |
Tes mobilitas | Biasanya ada mobilitas di bagian yang patah. |
Tes sensibilitas | Bisa positif dan bisa pula negatif |
Temuan radiografi | Garis vertikal dari garis fraktur bisa ada sepanjang PDL atau ada pada septum. |
Rekomendasi radiografi | Radiografi yang direkomendasikan meliputi eksposur periapikal dan panoramik. Eksposur tambahan bisa diperlukan bergantung pada lokasi fraktur. Eksposur cone beam bisa bernilai. |
Perawatan
- Fraktur yang berkaitan dengan perkara gusi atau kerusakan jaringan dianggap fraktur terbuka dan dirawat dengan antibiotika, intervensi bedah dan pengkawatan gigi.
- Suntikan anti tetanus diberikan.
- Segmen yang bergeser diposisikan lagi di tempatnya secara manual atau menggunakan forsep.
- Menstabilkan fraktur dengan intermaxillary splinting (belat intermaksila). Bagian yang patah dibuat tidak bergerak selama 4 minggu agar bisa tersambung kembali.
- Perawatan alternatif meliputi reposisi dan stabilitas melalui bedah menggunakan plat.
Tindak lanjut
- Splint dilepask setelah 4 minggu dan dilakukan kontrol radiografi.
- Kontrol klinis dan radiografis dilakukan pada minggu ke -6, bulan ke-4, bulan ke-6, bulan ke-12, dan tahun ke-5.